Minggu, 18 Maret 2012

SHOHEH BUKHORI BAB I TENTANG PERMULAAN WAHYU

Kitab 1. Permulaan Wahyu
1. Telah menceritakan kepada kami [Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair] dia berkata, Telah
menceritakan kepada kami [Sufyan] yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada
kami [Yahya bin Sa'id Al Anshari] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Muhammad
bin Ibrahim At Taimi], bahwa dia pernah mendengar [Alqamah bin Waqash Al Laitsi]
berkata; saya pernah mendengar [Umar bin Al Khaththab] diatas mimbar berkata; saya
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan
tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan;
Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang
perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"

2. Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan
kepada kami [Malik] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [bapaknya] dari [Aisyah] Ibu Kaum
Mu'minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti
suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga
aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai
seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya". Aisyah
berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau
mengucurkan keringat."
3. Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] berkata, Telah menceritakan
kepada kami dari [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] dari ['Urwah bin Az Zubair] dari
[Aisyah] -Ibu Kaum Mu'minin-, bahwasanya dia berkata: "Permulaaan wahyu yang
datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar
dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh.
Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro
dan bertahannuts yaitu 'ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum
kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts
kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya
datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata: "Bacalah?" Beliau
menjawab: "Aku tidak bisa baca". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: Maka
Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan
berkata lagi: "Bacalah!" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Maka Malaikat itu
memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi:
"Bacalah!". Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Malaikat itu memegangku kembali
dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan
berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah)." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali kepada keluarganya dengan
membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti
Khawailidh seraya berkata: "Selimuti aku, selimuti aku!". Beliau pun diselimuti hingga
hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah:
"Aku mengkhawatirkan diriku". Maka Khadijah berkata: "Demi Allah, Allah tidak akan
mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung
silaturrahim." Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin
Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa
Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam
Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta.
Khadijah berkata: "Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan
oleh putra saudaramu ini". Waroqoh berkata: "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah
kamu alami". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang
dialaminya. Waroqoh berkata: "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan
kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti
diusir oleh kaummu". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah aku akan
diusir mereka?" Waroqoh menjawab: "Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang
dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi).
Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan
sekemampuanku". Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut
karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu. [Ibnu
Syihab] berkata; telah mengabarkan kepadaku [Abu Salamah bin Abdurrahman] bahwa
[Jabir bin Abdullah Al Anshari] bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ceritakan: "Ketika sedang berjalan aku
mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang
pernah datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku
pun ketakutan dan pulang, dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku". Maka Allah Ta'ala
menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan berhalaberhala
tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan." Hadits ini
juga diriwayatkan oleh [Abdullah bin Yusuf] dan [Abu Shalih] juga oleh [Hilal bin Raddad]
dari [Az Zuhri]. Dan [Yunus] berkata; dan [Ma'mar] menyepakati bahwa dia
mendapatkannya dari Az Zuhri.
4. Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma'il] dia berkata, Telah menceritakan
kepada kami [Abu 'Awanah] berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami [Musa bin
Abu Aisyah] berkata, Telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu
'Abbas] tentang firman Allah Ta'ala: (Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat ingin (menguasainya)." Berkata Ibnu
'Abbas: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat kuat keinginannya untuk
menghafalkan apa yang diturunkan (Al Qur'an) dan menggerak-gerakkan kedua bibir
Beliau." Berkata Ibnu 'Abbas: "aku akan menggerakkan kedua bibirku (untuk
membacakannya) kepada kalian sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melakukannya kepadaku". Berkata Sa'id: "Dan aku akan menggerakkan kedua bibirku
(untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana aku melihat Ibnu 'Abbas
melakukannya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggerakkan kedua bibirnya,
Kemudian turunlah firman Allah Ta'ala: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya". Maksudnya Allah mengumpulkannya di dalam dadamu (untuk
dihafalkan) dan kemudian kamu membacanya: "Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu". Maksudnya: "Dengarkanlah dan
diamlah". Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah penjelasannya. Maksudnya: "Dan Kewajiban Kamilah untuk membacakannya"
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak saat itu bila Jibril 'Alaihis Salam datang
kepadanya, Beliau mendengarkannya. Dan bila Jibril 'Alaihis Salam sudah pergi, maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membacakannya (kepada para sahabat) sebagaimana
Jibril 'Alaihis Salam membacakannya kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
5. Telah menceritakan kepada kami [Abdan] dia berkata, telah mengabarkan kepada kami
[Abdullah] telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az Zuhri] dan dengan riwayat
yang sama, telah menceritakan pula kepada kami [Bisyir bin Muhammad] berkata, telah
mengabarkan kepada kami [Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Yunus]
dan [Ma'mar] dari [Az Zuhri] seperti lainnya berkata, telah mengabarkan kepada kami
[Ubaidullah bin Abdullah] dari [Ibnu 'Abbas] berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadlan ketika
malaikat Jibril 'Alaihis Salam menemuinya, dan adalah Jibril 'Alaihis Salam
mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, dimana Jibril 'Alaihis Salam
mengajarkan Al Qur'an. Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih
lembut daripada angin yang berhembus.
6. Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman Al Hakam bin Nafi'] dia berkata, telah
mengabarkan kepada kami [Syu'aib] dari [Az Zuhri] telah mengabarkan kepadaku
[Ubaidullah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud] bahwa [Abdullah bin 'Abbas] telah
mengabarkan kepadanya bahwa [Abu Sufyan bin Harb] telah mengabarkan kepadanya;
bahwa Heraclius menerima rombongan dagang Quraisy, yang sedang mengadakan
ekspedisi dagang ke Negeri Syam pada saat berlakunya perjanjian antara Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dengan Abu Sufyan dan orang-orang kafir Quraisy. Saat
singgah di Iliya' mereka menemui Heraclius atas undangan Heraclius untuk di diajak
dialog di majelisnya, yang saat itu Heraclius bersama dengan para pembesar-pembesar
Negeri Romawi. Heraclius berbicara dengan mereka melalui penerjemah. Heraclius
berkata; "Siapa diantara kalian yang paling dekat hubungan keluarganya dengan orang
yang mengaku sebagai Nabi itu?." Abu Sufyan berkata; maka aku menjawab; "Akulah
yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan dia". Heraclius berkata;
"Dekatkanlah dia denganku dan juga sahabat-sahabatnya." Maka mereka meletakkan
orang-orang Quraisy berada di belakang Abu Sufyan. Lalu Heraclius berkata melalui
penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku bertanya kepadanya tentang lelaki
yang mengaku sebagai Nabi. Jika ia berdusta kepadaku maka kalian harus
mendustakannya."Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan pendusta yang
akan mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta kepadanya." Abu Sufyan
berkata; Maka yang pertama ditanyakannya kepadaku tentangnya (Nabi shallallahu
'alaihi wasallam) adalah: "bagaimana kedudukan nasabnya ditengah-tengah kalian?"
Aku jawab: "Dia adalah dari keturunan baik-baik (bangsawan) ". Tanyanya lagi: "Apakah
ada orang lain yang pernah mengatakannya sebelum dia?" Aku jawab: "Tidak ada".
Tanyanya lagi: "Apakah bapaknya seorang raja?" Jawabku: "Bukan". Apakah yang
mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah?" Jawabku:
"Bahkan yang mengikutinya adalah orang-orang yang rendah". Dia bertanya lagi:
"Apakah bertambah pengikutnya atau berkurang?" Aku jawab: "Bertambah". Dia
bertanya lagi: "Apakah ada yang murtad disebabkan dongkol terhadap agamanya?" Aku
jawab: "Tidak ada". Dia bertanya lagi: "Apakah kalian pernah mendapatkannya dia
berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya itu?" Aku jawab: "Tidak
pernah". Dia bertanya lagi: "Apakah dia pernah berlaku curang?" Aku jawab: "Tidak
pernah. Ketika kami bergaul dengannya, dia tidak pernah melakukan itu". Berkata Abu
Sufyan: "Aku tidak mungkin menyampaikan selain ucapan seperti ini". Dia bertanya lagi:
"Apakah kalian memeranginya?" Aku jawab: "Iya". Dia bertanya lagi: "Bagaimana
kesudahan perang tersebut?" Aku jawab: "Perang antara kami dan dia sangat banyak.
Terkadang dia mengalahkan kami terkadang kami yang mengalahkan dia". Dia bertanya
lagi: "Apa yang diperintahkannya kepada kalian?" Aku jawab: "Dia menyuruh kami;
'Sembahlah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan
tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian. ' Dia juga memerintahkan
kami untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan
menyambung silaturrahim". Maka Heraclius berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
kepadanya, bahwa aku telah bertanya kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu
ceritakan bahwa orang itu dari keturunan bangsawan. Begitu juga laki-laki itu
dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya. Dan aku tanya kepadamu apakah pernah
ada orang sebelumnya yang mengatakan seperti yang dikatakannya, kamu jawab tidak.
Seandainya dikatakan ada orang sebelumnya yang mengatakannya tentu kuanggap
orang ini meniru orang sebelumnya yang pernah mengatakan hal serupa. Aku tanyakan
juga kepadamu apakah bapaknya ada yang dari keturunan raja, maka kamu jawab tidak.
Aku katakan seandainya bapaknya dari keturunan raja, tentu orang ini sedang menuntut
kerajaan bapaknya. Dan aku tanyakan juga kepadamu apakah kalian pernah
mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya, kamu
menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia saja dia tidak
berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah. Dan aku juga telah bertanya kepadamu,
apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang
rendah?" Kamu menjawab orang-orang yang rendah yang mengikutinya. Memang
mereka itulah yang menjadi para pengikut Rasul. Aku juga sudah bertanya kepadamu
apakah bertambah pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah. Dan
memang begitulah perkara iman hingga menjadi sempurna. Aku juga sudah bertanya
kepadamu apakah ada yang murtad disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu
menjawab tidak ada. Dan memang begitulah iman bila telah masuk tumbuh bersemi di
dalam hati. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah dia pernah berlaku curang,
kamu jawab tidak pernah. Dan memang begitulah para Rasul tidak mungkin curang. Dan
aku juga sudah bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya kepada kalian, kamu
jawab dia memerintahkan kalian untuk menyembah Allah dengan tidak
menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan melarang kalian menyembah berhala,
dia juga memerintahkan kalian untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata
jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim. Seandainya semua apa yang
kamu katakan ini benar, pasti dia akan menguasai kerajaan yang ada di bawah kakiku ini.
Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada diantara kalian sekarang ini,
seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya, tentu aku akan berusaha keras
menemuinya hingga bila aku sudah berada di sisinya pasti aku akan basuh kedua
kakinya. Kemudian Heraclius meminta surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang
dibawa oleh Dihyah untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu
kepada Heraclius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: "Bismillahir rahmanir rahim. Dari
Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraclius. Penguasa Romawi,
Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian daripada itu, aku
mengajakmu dengan seruan Islam; masuk Islamlah kamu, maka kamu akan selamat,
Allah akan memberi pahala kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu
menanggung dosa rakyat kamu, dan: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita
sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak
(pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah". Jika
mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." Abu Sufyan menuturkan: "Setelah
Heraclius menyampaikan apa yang dikatakannya dan selesai membaca surat tersebut,
terjadilah hiruk pikuk dan suara-suara ribut, sehingga mengusir kami. Aku berkata
kepada teman-temanku setelah kami diusir keluar; "sungguh dia telah diajak kepada
urusan Anak Abu Kabsyah. Heraclius mengkhawatirkan kerajaan Romawi."Pada masa
itupun aku juga khawatir bahwa Muhammad akan berjaya, sampai akhirnya (perasaan
itu hilang setelah) Allah memasukkan aku ke dalam Islam. Dan adalah Ibnu An Nazhur,
seorang Pembesar Iliya' dan Heraclius adalah seorang uskup agama Nashrani, dia
menceritakan bahwa pada suatu hari ketika Heraclius mengunjungi Iliya' dia sangat
gelisah, berkata sebagian komandan perangnya: "Sungguh kami mengingkari
keadaanmu. Selanjutnya kata Ibnu Nazhhur, "Heraclius adalah seorang ahli nujum yang
selalu memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan
para pendeta yang bertanya kepadanya; "Pada suatu malam ketika saya mengamati
perjalanan bintang-bintang, saya melihat raja Khitan telah lahir, siapakah di antara
ummat ini yang di khitan?" Jawab para pendeta; "Yang berkhitan hanyalah orang-orang
Yahudi, janganlah anda risau karena orang-orang Yahudi itu. Perintahkan saja keseluruh
negeri dalam kerajaan anda, supaya orang-orang Yahudi di negeri tersebut di bunuh."
Ketika itu di hadapakan kepada Heraclius seorang utusan raja Bani Ghasssan untuk
menceritakan perihal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, setelah orang itu selesai
bercerita, lalu Heraclius memerintahkan agar dia diperiksa, apakah dia berkhitan
ataukah tidak. Seusai di periksa, ternyata memang dia berkhitam. Lalu di beritahukan
orang kepada Heraclius. Heraclius bertanya kepada orang tersebut tentang orang-orang
Arab yang lainnya, di khitankah mereka ataukah tidak?" Dia menjawab; "Orang Arab itu
di khitan semuanya." Heraclius berkata; 'inilah raja ummat, sesungguhnya dia telah
terlahir." Kemudian heraclisu berkirim surat kepada seorang sahabatnya di Roma yang
ilmunya setarf dengan Heraclisu (untuk menceritakan perihal kelahiran Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam). Sementara itu, ia meneruskan perjalanannya
ke negeri Himsha, tetapi sebelum tiba di Himsha, balasan surat dari sahabatnya itu telah
tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraclius bahwa Muhammad
telah lahir dan bahwa beliau memang seorang Nabi. Heraclius lalu mengundang para
pembesar Roma supaya datang ke tempatnya di Himsha, setelah semuanya hadir dalam
majlisnya, Heraclius memerintahkan supaya mengunci semua pintu. Kemudian dia
berkata; 'Wahai bangsa rum, maukah anda semua beroleh kemenangan dan kemajuan
yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau, akuilah
Muhammad sebagai Nabi!." Mendengar ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai liar,
padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraclius jadi
putus harapan yang mereka akan beriman (percaya kepada kenabian Muhammad). Lalu
di perintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya masing-masing seraya
berkata; "Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan saya tadi hanyalah sekedar
menguji keteguhan hati anda semua. Kini saya telah melihat keteguhan itu." Lalu
mereka sujud di hadapan Heraclius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir
kisah Heraclius. Telah di riwayatkan oleh [Shalih bin Kaisan] dan [Yunus] dan [Ma'mar]
dari [Az Zuhri].